Cerita misteri tentang anjing setan penghisap darah atau
chupacabra dipecahkan oleh salah seorang ilmuwan. Cerita seram tentang
anjing monster yang "hot" tiap menjelang perayaan Halloween pada akhir
Oktober akan berubah menjadi penjelasan ilmiah. Namun, jangan
mendambakan penjelasan tentang adanya spesies baru anjing yang menghisap
darah karena chupacabra sebenarnya hanyalah anjing liar biasa yang
terkena kudis mematikan.
Mitos tentang chupacabra atau yang juga dikenal dengan anjing setan penghisap darah kambing (goat sucker) bermula dari adanya laporan tentang penyerangan hewan ternak di Meksiko dan Puerto Rico. Hewan ternak yang terserang ditemukan mati dengan luka tusukan dan kehabisan darah. Isu lalu berkembang lebih besar ketika peristiwa yang sama juga ditemukan di wilayah lain Amerika Latin dan Amerika Serikat.
Dari situlah, masyarakat setempat mengembangkan cerita tentang adanya makhluk jahat yang dideskripsikan mirip anjing, mirip reptil, dan mirip binatang pengerat. Makhluk ini menurut anggapan masyarakat memiliki moncong yang panjang, taring yang besar, kulit yang bersisik dan kering, serta bau yang sangat menjijikkan. Masyarakat setempat menganggap bahwa si makhluk jahat itulah yang bertanggung jawab terhadap kematian para ternak.
Barry O Connor, biolog dari Universitas Michigan, mengungkapkan bahwa chupacabra hanyalah anjing liar biasa yang terkena kudis. Penyakit yang bagi anjing bisa mematikan itu disebabkan oleh tungau berkaki delapan yang berdiam di lapisan bawah kulit. Tak hanya anjing liar yang bisa terkena penyakit ini. Hewan lain yang rentan, seperti coyote, juga bisa diserang oleh tungau tersebut sehingga akhirnya memiliki penampakan layaknya chupacabra.
Connor menjelaskan, tungau yang bertanggung jawab terhadap penyakit kudis anjing liar itu adalah Sarcoptes scabiei yang juga menyebabkan gatal pada manusia, disebut scabies atau kudis. Ia juga mengungkapkan bahwa kudis pada manusia memang mengganggu, tetapi bukanlah gangguan yang serius karena manusia memiliki jumlah rambut atau bulu yang sangat sedikit dan populasi tungau pada manusia hanya 20-30 ekor tiap orang.
Manusia telah berevolusi selama ribuan tahun untuk mengembangkan perlawanan terhadap tungau, seperti dengan memiliki bulu yang lebih sedikit. Namun, ketika manusia mulai memelihara anjing, manusia juga mulai mentransfer tungau-tungau yang ada dalam tubuh mereka kepada si anjing. Tubuh anjing yang menjadi korban, menurut Connor, tampaknya tak cukup mampu untuk melawan parasit itu.
"Kapan saja Anda berhubungan dengan parasit baru, efeknya sangat buruk. Pasti akan terdapat banyak kerusakan dan kematian dalam tingkatan yang tinggi. Anjing yang belum pernah memiliki hubungan dengan tungau tak memiliki sejarah interaksi dengannya sehingga tak mampu mengembangkan pertahanan yang tepat terhadap serangannya," ungkap Connor yang juga merupakan profesor biologi evolusi.
Pada anjing liar tak beruntung yang "menjelma" menjadi "chupacabra" ini, sejumlah besar tungau berdiam di lapisan bawah kulitnya dan mengakibatkan pembengkakan, menghasilkan penebalan lapisan kulit, dan suplai darah ke rambut terhenti sehingga bulu-bulu rontok. Pada kondisi tertentu, ada bukaan kulit yang memungkinkan bakteri masuk. Hal tersebut mengakibatkan infeksi kedua yang mematikan. Alhasil, yang didapatkan adalah makhluk jelek, berkulit kasar, dan bau, persis gambaran chupacabra.
Lalu, apa yang menjelaskan penyebab makhluk itu menyerang ternak? "Karena kondisi anjing liar itu melemah, mereka sulit untuk berburu mangsa. Jadi, mereka terpaksa untuk memakan hewan ternak, seperti domba dan kelinci, karena lebih mudah untuk mendapatkannya. Ya, kejadiannya persis sama ketika gajah sumatera dirusak habitatnya sehingga menyerang lahan pertanian warga sekitarnya.
Anjing liar bukanlah satu-satunya hewan yang bisa terserang oleh tungau. Di daerah lain, dilaporkan bahwa tupai juga bisa diserang dan akhirnya menjadi sulit untuk bergerak, mengakibatkan tupai lebih mudah untuk mati di jalan karena kecelakaan. Di Australia, tungau juga dilaporkan menyerang wombat. Si wombat ini dikabarkan mendapatkan tungau dari anjing domestik, sementara anjing domestik mendapatkannya dari manusia.
sumber : kaskus.us
Mitos tentang chupacabra atau yang juga dikenal dengan anjing setan penghisap darah kambing (goat sucker) bermula dari adanya laporan tentang penyerangan hewan ternak di Meksiko dan Puerto Rico. Hewan ternak yang terserang ditemukan mati dengan luka tusukan dan kehabisan darah. Isu lalu berkembang lebih besar ketika peristiwa yang sama juga ditemukan di wilayah lain Amerika Latin dan Amerika Serikat.
Dari situlah, masyarakat setempat mengembangkan cerita tentang adanya makhluk jahat yang dideskripsikan mirip anjing, mirip reptil, dan mirip binatang pengerat. Makhluk ini menurut anggapan masyarakat memiliki moncong yang panjang, taring yang besar, kulit yang bersisik dan kering, serta bau yang sangat menjijikkan. Masyarakat setempat menganggap bahwa si makhluk jahat itulah yang bertanggung jawab terhadap kematian para ternak.
Barry O Connor, biolog dari Universitas Michigan, mengungkapkan bahwa chupacabra hanyalah anjing liar biasa yang terkena kudis. Penyakit yang bagi anjing bisa mematikan itu disebabkan oleh tungau berkaki delapan yang berdiam di lapisan bawah kulit. Tak hanya anjing liar yang bisa terkena penyakit ini. Hewan lain yang rentan, seperti coyote, juga bisa diserang oleh tungau tersebut sehingga akhirnya memiliki penampakan layaknya chupacabra.
Connor menjelaskan, tungau yang bertanggung jawab terhadap penyakit kudis anjing liar itu adalah Sarcoptes scabiei yang juga menyebabkan gatal pada manusia, disebut scabies atau kudis. Ia juga mengungkapkan bahwa kudis pada manusia memang mengganggu, tetapi bukanlah gangguan yang serius karena manusia memiliki jumlah rambut atau bulu yang sangat sedikit dan populasi tungau pada manusia hanya 20-30 ekor tiap orang.
Manusia telah berevolusi selama ribuan tahun untuk mengembangkan perlawanan terhadap tungau, seperti dengan memiliki bulu yang lebih sedikit. Namun, ketika manusia mulai memelihara anjing, manusia juga mulai mentransfer tungau-tungau yang ada dalam tubuh mereka kepada si anjing. Tubuh anjing yang menjadi korban, menurut Connor, tampaknya tak cukup mampu untuk melawan parasit itu.
"Kapan saja Anda berhubungan dengan parasit baru, efeknya sangat buruk. Pasti akan terdapat banyak kerusakan dan kematian dalam tingkatan yang tinggi. Anjing yang belum pernah memiliki hubungan dengan tungau tak memiliki sejarah interaksi dengannya sehingga tak mampu mengembangkan pertahanan yang tepat terhadap serangannya," ungkap Connor yang juga merupakan profesor biologi evolusi.
Pada anjing liar tak beruntung yang "menjelma" menjadi "chupacabra" ini, sejumlah besar tungau berdiam di lapisan bawah kulitnya dan mengakibatkan pembengkakan, menghasilkan penebalan lapisan kulit, dan suplai darah ke rambut terhenti sehingga bulu-bulu rontok. Pada kondisi tertentu, ada bukaan kulit yang memungkinkan bakteri masuk. Hal tersebut mengakibatkan infeksi kedua yang mematikan. Alhasil, yang didapatkan adalah makhluk jelek, berkulit kasar, dan bau, persis gambaran chupacabra.
Lalu, apa yang menjelaskan penyebab makhluk itu menyerang ternak? "Karena kondisi anjing liar itu melemah, mereka sulit untuk berburu mangsa. Jadi, mereka terpaksa untuk memakan hewan ternak, seperti domba dan kelinci, karena lebih mudah untuk mendapatkannya. Ya, kejadiannya persis sama ketika gajah sumatera dirusak habitatnya sehingga menyerang lahan pertanian warga sekitarnya.
Anjing liar bukanlah satu-satunya hewan yang bisa terserang oleh tungau. Di daerah lain, dilaporkan bahwa tupai juga bisa diserang dan akhirnya menjadi sulit untuk bergerak, mengakibatkan tupai lebih mudah untuk mati di jalan karena kecelakaan. Di Australia, tungau juga dilaporkan menyerang wombat. Si wombat ini dikabarkan mendapatkan tungau dari anjing domestik, sementara anjing domestik mendapatkannya dari manusia.
sumber : kaskus.us