12.
Gabriel Batistuta
Ia menolak pindah ke klub lain
meskipun Fiorentina degradasi ke Serie B Italia pada musim 1992/93.
Namun pada tahun berikutnya, striker Argentina yang kerap disapa Batigol
ini membawa klubnya kembali ke Serie A. Dari Newell’s Old Boys hingga
gantung sepatu di Al Arabi, Batigol mengemaskan total 254 gol dari 441
kali main. Setelah sembilan musim bersama Fiorentina, ia dijual ke AS
Roma dan menjadi sumber inspirasi utama Giallorossi untuk meraih
scudetto ketiga dalam sejarahnya.
11. Thierry Henry
Kala membela Arsenal, Henry menjadi topskor Liga Primer Inggris sebanyak
empat kali (2002, 2004, 2005 dan 2006) dan menjadi pemain tersubur The
Gunners dengan 226 gol dari semua kompetisi. Ia juga meraih dua gelar
penting bersama timnas Prancis, yakni Piala Dunia 1998 dan Euro 2000.
10. Roberto Baggio
Sayangnya, Baggio lebih diingat dengan
kegagalannya mengeksekusi tendangan dari titik putih sehingga Italia
kalah adu penalti melawan Brasil di final Piala Dunia 1994. Tapi, tanpa
penampilan Baggio yang gemilang sepanjang turnamen itu, Azzurri tak
mungkin mencapai final. Ia menjadi anak emas sepakbola Italia sejak
bergabung dengan Fiorentina pada 1985, sebelum rekor transfernya ke
Juventus menjelang Piala Dunia 1990. Dikenal dengan sebutan “The Divine
Ponytail” karena rambut kuncir dan ketaatannya menjalankan agama Budha,
Baggio meraih scudetto dua kali – bersama Juventus pada 1994/95, dan AC
Milan pada musim berikutnya. Pemain Terbaik Dunia versi FIFA pada 1993.
9. Alessandro Del Piero
Juventus forever, per sempre, selamanya! Itulah si Pinturicchio yang
sudah lima kali scudetto bersama Bianconeri dan menjadi ikon klubnya
dengan 500 penampilan lebih. Sama halnya dengan Batigol, ia pun menolak
keluar dari klubnya yang degradasi pada 2006 akibat kasus Calciopoli.
Titel U-21 Eropa pada 1994 dan 1996 disandangnya, ditambah lagi gelar
juara Piala Dunia 2006. Loyalitas adalah emas!
8. Marco van Basten
Torehan 218 gol dari 280 penampilan bersama Ajax dan AC Milan bukan
prestasi yang mudah diraih. Ia juga mengoleksi hat-trick gelar pada 1992
– Pemain Terbaik Dunia versi FIFA, Pemain Terbaik Eropa, dan Pemain
Terbaik Dunia. Marco van Basten menjadi pemain yang sukses mengikuti
jejak Johan Cruyff, sekaligus memimpin Belanda juara Eropa untuk pertama
kalinya pada 1988. Bersama AC Milan, ia meraih Piala Eropa pada 1989
dan 1990. Sayangnya, cedera pergelangan kaki memaksanya pensiun lebih
dini. Meski demikian, Van Basten tetap berkiprah dalam dunia sepakbola.
Ia melatih timnas Belanda pada 2004-08 dan kini mengasuh Ajax.
7. Ronaldo (Ronaldo Luiz Nazario da Lima)
Sang fenomena
ini sudah dua kali meraih hat-trick gelar Pemain Terbaik FIFA, Eropa dan
Dunia. Nama Ronaldo mulai bangkit ketika melesatkan 58 gol dalam 60
pertandingan di awal karirnya bersama Cruzeiro pada 1993. Setelah dua
musim yang gemilang bersama PSV Eindhoven, ia bergabung dengan Barcelona
pada 1996 dan membukukan 34 gol dalam 37 laga untuk menjadi topskor.
Bersama Inter Milan, Ronaldo ‘mengejek’ gaya pertahanan klub Italia
lainnya. Alhasil, 25 gol dikemasnya, sekaligus membawa Inter juara Piala
UEFA – semuanya dalam musim pertamanya. Ia juga meraih topskor pada dua
musim pertamanya bersama Real Madrid. Duka kekalahan 3-0 dari Prancis
pada final Piala Dunia 1998 terhapus, ketika Ronaldo membawa Brasil
juara Piala Dunia berikutnya. Ia menjadi topskor dengan 8 gol, dan dua
di antaranya dicetak di final melawan Jerman.
6. Bobby Charlton (Sir Robert Charlton)Inilah
salah satu pemain terbaik Inggris sepanjang masa. Bobby Charlton meraih
106 caps dan 49 gol bersama timnas Inggris. Sebagai bagian dari “Busby
Babes” yang selamat dari tragedi Munich 1958, Charlton sepuluh tahun
kemudian membawa Manchester United menjadi klub pertama Inggris yang
juara Piala Eropa. Charlton juga membantu tuan rumah Inggris meraih
Piala Dunia 1966. Perlawanan Charlton kontra Eusebio di semifinal
melawan Portugal dikenang sebagai pertandingan terbaik Inggris sepanjang
masa.
5. Alfredo Di Stefano
Ketika membela Real Madrid, Di Stefano mengoleksi
delapan titel Liga Spanyol dan memenangkan lima edisi pertama Piala
Eropa. Ia juga melesatkan gol dalam setiap pertandingan final.
Kepemimpinannya di lapangan ditambah skill menakjubkan membuat Di
Stefano menjadi faktor utama Real Madrid mendominasi Eropa pada akhir
1950-an. Namun, Di Stefano gagal di tingkat internasional. Ia pernah
memperkuat timnas Argentina, Kolombia dan Spanyol, tapi tak satupun
gelar Piala Dunia direbut. Ia selalu dikenang ketika menciptakan
hattrick saat Real Madrid membantai Frankfurt 7-4 untuk mengangkat trofi
Piala Eropa kelima kalinya beruntun.
4. Ferenc Puskas
Inilah striker yang kualitasnya akan sulit ditemui lagi di Hongaria.
Bersama timnas, ia mencatat rekor 84 gol dari 85 caps. Tubuhnya pendek,
dadanya rata, tapi kekuatannya terletak pada kaki kirinya yang mampu
melepaskan tembakan secepat kilat. Setelah meraih medali emas Olimpiade
1952 sekaligus mengakhiri dominasi Inggris di Eropa, timnas Hongaria
menjadi favorit juara Piala Dunia 1954. Tim berjuluk “Mighty Magyars”
melesakkan 17 gol dalam babak grup sebelum menyingkirkan Brasil dan
Uruguay. Meskipun cedera berat, Puskas memaksakan dirinya tampil di
final, bahkan mencetak gol sebelum kalah secara menyakitkan oleh Jerman
Barat.
3. Eusebio (Eusebio da Silva Ferreira)
Pemenang Sepatu Emas di Piala Dunia 1966 ini mencetak sembilan gol buat
Portugal sebelum tersingkir di semi-final oleh tuan rumah Inggris, yang
kemudian keluar sebagai juara. Eusebio menjadi pemain Afrika pertama
(kelahiran Mozambique) sehingga dikenal sebagai “Pele versi Eropa” – dan
hingga kini masih dinobatkan sebagai pemain terbaik Portugal sepanjang
masa. Dari Benfica hingga Sporting Lisbon, nama Eusebio bersinar di usia
19, ketika mencetak hat-trick ke gawang Santos (yang kala itu diperkuat
Pele) pada Turnamen Paris 1961. Eusebio menjadi topskor Liga Portugal
tujuh kali dan meraih Pemain Terbaik Eropa pada 1965. Dua golnya ke
gawang Real Madrid membantu Benfica meraih Piala Eropa untuk kedua
kalinya pada 1962. Sayangnya, ia cedera lutut dan terpaksa gantung
sepatu pada umur 32 tahun. Ia menorehkan 41 gol dari 64 caps
internasional.
2. Johan Cruyff
Inilah master of total football. Kapten Cruyff memimpin Belanda di Piala
Dunia 1974, dengan mencetak dua gol baik ke gawang Argentina maupun
Brasil, sebelum dikalahkan Franz Beckenbauer dan Jerman Barat di partai
puncak. Johan Cruyff merupakan nama paling terkenal dalam sejarah
sepakbola Belanda. Ia menjadi pemeran utama dalam dominasi Ajax di
kancah Eropa pada era 1970-an. Ia mendominasi Belanda dengan delapan
titel domestik bersama Ajax ditambah satu lagi di Feyenoord. Tiga gelar
Piala Eropa berturut-turut diraih pada 1970 hingga 1973 sebelum hijrah
ke Barcelona. Ia pensiun menjelang Piala Dunia 1978, dan selanjutnya
sukses melatih dua bekas klubnya.
1. Pele (Edson Arantes do Nascimento)
Pada usia 17 tahun, Pele (foto) memborong enam gol di Piala Dunia 1958, dan
menjadi sumber inspirasi Brasil meraih titel pertamanya. Karirnya penuh
dengan prestasi, di dalam maupun luar lapangan, dan saat ini menjadi
duta besar sepakbola. Angka-angkanya: 470 gol dalam 412 penampilan
bersama Santos, dan 77 gol dari 92 caps di timnas Brasil. Tiga kali
juara Piala Dunia, sepuluh titel Campeonato Paulista, dua Copa
Libertadores. Butuh penjelasan apa lagi?